Kamis, 26 Januari 2012

Anak Kesulitan Belajar

A.    Definisi Kesulitan Belajar
Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Learning Disability” yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata disability diterjemahkan ”kesulitan” untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Istilah lain learning disabilities adalah learning difficulties dan learning differences. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu pihak, penggunaan istilah learning differences lebih bernada positif, namun di pihak lain istilah learning disabilities lebih menggambarkan kondisi faktualnya. Untuk menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka digunakan istilah Kesulitan Belajar. Berikut ini beberapa definisi mengenai kesulitan belajar.
·           Hammill, et al., (1981)
Kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris, hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya atau proses pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.
·           ACCALD (Association Committee for Children and Adult Learning Disabilities) dalam Lovitt, (1989)
Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber dari masalah neurologis, yang mengganggu perkembangan kemampuan mengintegrasikan dan kemampuan bahasa verbal atau nonverbal. Individu berkesulitan belajar memiliki inteligensi tergolong rata-rata atau di atas rata-rata dan memiliki cukup kesempatan untuk belajar. Mereka tidak memiliki gangguan sistem sensoris.
·           NJCLD (National Joint Committee of Learning Disabilities) dalam Lerner, (2000)
Kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai jenis kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena pengaruh faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam individu itu sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap objek yang diinderainya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak. Kesulitan belajar bukan disebabkan oleh faktor eksternal berupa lingkungan, sosial, budaya, fasilitas belajar, dan lain-lain.

B.     Karasteristik Kesulitan Belajar
Mencermati definisi dan uraian di atas tampak bahwa kondisi kesulitan belajar memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu:
1. Gangguan Internal
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam anak itu sendiri. Anak ini mengalami gangguan pemusatan perhatian, sehingga kemampuan perseptualnya terhambat. Kemampuan perseptual yang terhambat tersebut meliputi persepsi visual (proses pemahaman terhadap objek yang dilihat), persepsi auditoris (proses pemahaman terhadap objek yang didengar) maupun persepsi taktil-kinestetis (proses pemahaman terhadap objek yang diraba dan digerakkan). Faktor-faktor internal tersebut menjadi penyebab kesulitan belajar, bukan faktor eksternal (yang berasal dari luar anak), seperti faktor lingkungan keluarga, budaya, fasilitas, dan lain-lain.


2. Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi
Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan beberapa diantaranya di atas rata-rata. Namun demikian, pada kenyataannya mereka memiliki prestasi akademik yang rendah. Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya. Kesenjangan ini biasanya terjadi pada kemampuan belajar akademik yang spesifik, yaitu pada kemampuan membaca (disleksia), menulis (disgrafia), atau berhitung (diskalkulia).
3. Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental
Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik dan/atau mental. Kondisi kesulitan belajar berbeda dengan kondisi masalah belajar berikut ini:
a. Tunagrahita (Mental Retardation)
Anak tunagrahita memiliki inteligensi antara 50-70. Kondisi tersebut menghambat prestasi akademik dan adaptasi sosialnya yang bersifat menetap.
b. Lamban Belajar (Slow Learner)
Slow learner adalah anak yang memiliki keterbatasan potensi kecerdasan, sehingga proses belajarnya menjadi lamban. Tingkat kecerdasan mereka sedikit di bawah rata-rata dengan IQ antara 80-90. Kelambanan belajar mereka merata pada semua mata pelajaran. Slow learner disebut anak border line (”ambang batas”), yaitu berada di antara kategori kecerdasan rata-rata dan kategori mental retardation (tunagrahita)
c. Problem Belajar (Learning Problem)
Anak dengan problem belajar (bermasalah dalam belajar) adalah anak yang mengalami hambatan belajar karena faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut berupa kondisi lingkungan keluarga, fasilitas belajar di rumah atau di sekolah, dan lain sebagainya. Kondisi ini bersifat temporer/sementara dan mempengaruhi prestasi belajar

C.    Klasifikasi Kesulitan Belajar
1.      Kesulitan Belajar Perkembangan (Praakademik)
Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi:
a.                 Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)
Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak. Bentuk-bentuk gangguan perkembangan motorik meliputi; motorik kasar (gerakan melimpah, gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari), penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).
b.                Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan)
Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat indera. Gangguan tersebut mencakup pada proses:
·         Penglihatan,
·         Pendengaran,
·         Perabaan,
·         Penciuman, dan
·         Pengecap.
c.                 Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang
diinderai)
Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses  penginderaan sehingga menjadi informasi yang bermakna. Bentuk-bentuk gangguan tersebut meliputi:
·           Gangguan dalam Persepsi Auditoris, berupa kesulitan memahami objek yang didengarkan.
·           Gangguan dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami objek yang dilihat.
·           Gangguan dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan memahami objek yang bergerak atau digerakkan.
·           Gangguan Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek.
·           Gangguan dalam Pemahaman Konsep.
·           Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.
d.                Gangguan Perkembangan Perilaku
Gangguan pada kemampuan menata dan mengendalikan diri yang bersifat internal dari dalam diri anak. Gangguan tersebut meliputi:
·         ADD (Attention Deficit Disorder) atau gangguan perhatian
·         ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau gangguan perhatian yang disertai hiperaktivitas.
2.      Kesulitan Belajar Akademik
Kesulitan Belajar akademik terdiri atas:
a.                 Disleksia atau Kesulitan Membaca
Disleksia atau kesulitan membaca adalah kesulitan untuk memaknai simbol, huruf, dan angka melalui persepsi visual dan auditoris. Hal ini akan berdampak pada kemampuan membaca pemahaman.
Adapun bentuk-bentuk kesulitan membaca di antaranya berupa:
§  Penambahan (Addition)
Menambahkan huruf pada suku kata
Contoh : suruh disuruh; gula →  gulka
§  Penghilangan (Omission)
Menghilangkan huruf pada suku kata
Contoh : kelapa → lapa; kompor → kopor
§  Pembalikan kiri-kanan (Inversion)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik kiri-kanan.
Contoh : buku →  duku; palu → lupa
§  Pembalikan atas-bawah (ReversalI)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atas bawah.
Contoh : m → w; u→ n; nana → uaua; mama → wawa; 2 → 5;  
§  Penggantian (Substitusi)
Mengganti huruf atau angka.
Contoh : mega meja; nanas mamas; 3 8
b.                Disgrafia atau Kesulitan Menulis
Disgrafia adalah kesulitan yang melibatkan proses menggambar simbol simbol bunyi menjadi simbol huruf atau angka. Kesulitan menulis tersebut terjadi pada beberapa tahap aktivitas menulis, yaitu:
·      Mengeja, yaitu aktivitas memproduksi urutan huruf yang tepat dalam ucapan atau tulisan dari suku kata/kata. Kemampuan yang dibutuhkan aktivitas mengeja antara lain (1) Decoding atau kemampuan menguraikan kode/simbol visual; (2) Ingatan auditoris dan visual atau ingatan atas objek kode/simbol yang sudah diurai tadi; untuk (3) Divisualisasikan dalam bentuk tulisan.
·      Menulis Permulaan (Menulis cetak dan Menulis sambung) yaitu aktivitas membuat gambar simbol tertulis. Sebagian anak berkesulitan belajar umumnya lebih mudah menuliskan-huruf- cetak yang terpisah-pisah daripada menulis-huruf-sambung. Tampaknya, rentang perhatian yang pendek menyulitkan mereka saat menulis-huruf-sambung. Dalam menulis-huruf-cetak, rentang perhatian yang dibutuhkan mereka relatif pendek, karena mereka menulis ”per huruf”. Sedangkan saat menulishuruf- sambung rentang perhatian yang dibutuhkan relatif lebih panjang, karena mereka menulis ”per kata”.
Kesulitan yang kerap muncul dalam proses menulis permulaan antara lain:
1) Ketidakkonsistenan bentuk/ukuran/proporsi huruf
2) Ketiadaan jarak tulisan antar-kata
3) Ketidakjelasan bentuk huruf
4) Ketidakkonsistenan posisi huruf pada garis
Dalam disgrafia terdapat bentuk-bentuk kesulitan yang juga terjadi pada kesulitan membaca, seperti:
1) penambahan huruf/suku kata
2) penghilangan huruf/suku kata
3) pembalikan huruf ke kanan-kiri
4) pembalikan huruf ke atas-bawah
5) penggantian huruf/suku kata
·      Menulis Lanjutan/Ekspresif/Komposisi merupakan aktivitas menulis yang bertujuan mengungkapkan pikiran atau perasaan dalam bentuk tulisan. Aktivitas ini membutuhkan kemampuan (1) berbahasa ujaran; (2) membaca; (3) mengeja; (4) menulis permulaan.
c.                 Diskalkulia atau Kesulitan Berhitung
Kesulitan berhitung adalah kesulitan dalam menggunakan bahasa simbol untuk berpikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide yang berkaitan dengan kuantitas atau jumlah. Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari kemampuan yang bertingkat dari kemampuan dasar sampai kemampuan lanjut. Oleh karena itu, kesulitan berhitung dapat dikelompokkan menurut tingkatan, yaitu kemampuan dasar berhitung, kemampuan dalam menentukan nilai tempat, kemampuan melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam, kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian.

D.    Identifikasi Anak Kesulitan Belajar
Identifikasi dalam hal ini merupakan proses untuk menemukenali individu agar diperoleh informasi tentang jenis-jenis kesulitan belajar yang dialami. Untuk mengantisipasi kekeliruan dalam klasifikasi dan agar dapat diberikan layanan pendidikan pada anak berkesulitan belajar, diperlukan semacam instrumen untuk mengidentifikasi kondisi kesulitan belajar tersebut.
Instrumen ini berupa tabel inventori atau daftar ceklis. Instrumen ini bisa digunakan guru kelas untuk mengidentifikasi kemampuan siswanya. Identifikasi dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Pada umumnya karakteristik peserta didik dapat dikenali setelah 3 bulan pertama setelah mengikuti pembelajaran di kelas.
Melalui identifikasi akan diperoleh informasi tentang klasifikasi kesulitan belajar yang dialami anak. Dari klasifikasi tersebut dapat disusun perencanaan program dan tindakan pembelajaran yang sesuai. Identifikasi dilakukan melalui pengamatan dengan menggunakan instrumen daftar cek. Berikut ini instrumennya.


Identifikasi Awal Anak Berkesulitan Belajar

No.
Perilaku yang teramati
Ceklis
1
Perhatian mudah teralih

2
Lambat dalam mengikuti instruksi atau menyelesaikan tugas

3
Tidak kenal lelah atau aktivitas berlebihan

4
Sering kehilangan barang-barang atau mudah lupa

5
Sering menabrak benda saat berjalan

6
Cenderung ceroboh

7
Kesulitan mengikuti ritme atau ketukan

8
Kesulitan bekerjasama dengan teman

9
Kesulitan meniru gerakan yang dicontohkan

10
Kesulitan melempar dan menangkap bola

11
Kesulitan membedakan arah kiri–kanan, atas-bawah, depan–belakang

12
Kesulitan dalam mengenal huruf

13
Kesulitan untuk membedakan huruf “ b-d, p-q, w-m, n-u “

14
Kualitas tulisan sangat buruk (tidak terbaca)

15
Kehilangan huruf saat menulis

16
Kurang dapat memahami isi bacaan

17
Menghilangkan kata saat membaca

18
Kosakata terbatas

19
Kesulitan untuk mengemukakan pendapat

20
Kesulitan untuk mengenali konsep angka dan bilangan

21
Kesulitan memahami soal cerita

22
Kesulitan membedakan bentuk geometri (lingkaran, persegi, persegipanjang, dan segitiga)

23
Kesulitan membedakan konsep +, -, x dan :

24
Sulit membilang secara berurutan

25
Sulit mengoperasikan hitungan

Perilaku lain yang teramati :



Bila dari hasil pengamatan, seorang anak menunjukkan lebih dari delapan item perilaku dalam daftar ceklis ini, kemungkinan anak tersebut berisiko mengalami kesulitan belajar (Sumarlis, 2007). Untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai kondisi kesulitan belajarnya, anak bisa dirujuk kepada tenaga ahli (psikolog, pedagog), sehingga layanan pendidikan yang diberikan kepada anak berkesulitan belajar menjadi lebih tepat. Namun, tanpa rujukan tenaga ahli pun, guru tetap dapat menyusun program dan melaksanakan pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.

E.     Perencanaan  Dan Model Pembelajaran Bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar
a.    Perencanan Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar
1.    Melakukan Asesmen
·      Asesmen Akademik
Mengumpulkan informasi tentang kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.
·      Asesmen Non-akademik
Mengumpulkan informasi tentang perilaku anak
2.    Menetapkan Setting Pembelajaran
·      Kelas Reguler
Peserta didik berkesulitan belajar berada di kelas reguler tanpa dipisah dengan peserta didik yang lain. Apabila peserta didik berkesulitan belajar yang berada di kelas reguler mendapat layanan sesuai dengan kebutuhannya maka disebut kelas Inklusif. Layanan yang diberikan dapat menggunakan setting individual seperti yang dijelaskan di bawah (bagian c). Sedangkan bila peserta didik berkesulitan belajar tidak mendapat layanan maka disebut kelas integrasi.
·      Kelompok
Beberapa peserta didik berkesulitan belajar digabung dalam satu ruang khusus dan diberikan layanan pembelajaran tersendiri.
·      Individual
Setting pembelajaran ini dirancang dan dilaksanakan pada peserta didik secara individual. Dalam pelaksanaannya, guru melayani peserta didik berkesulitan belajar secara terpisah atau dapat melayani peserta didik berkesulitan belajar bersama peserta didik yang lain di dalam kelas (klasikal).Setting pembelajaran di atas dapat dilakukan di sekolah model inklusif ataupun sekolah reguler pada umumnya.
3.    Mempertimbangkan Pendekatan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran untuk peserta didik berkesulitan belajar perlu mempertimbangkan beberapa pendekatan. Masing-masing pendekatan pembelajaran memiliki asumsi yang berbeda-beda. Berikut ini beberapa pendekatan pembelajaran.
a.       Pendekatan Perkembangan:
·      Kemampuan peserta didik berkembang sesuai dengan usia.
·      Kemampuan atau hambatan dipengaruhi oleh tahap perkembangan sebelumnya.
b.      Pendekatan Perilaku:
·      Kemampuan atau hambatan peserta didik muncul dalam bentuk perilaku
·      Kemampuan atau hambatan yang muncul merupakan masalah saat ini
c.       Pendekatan Kognitif:
·      Peserta didik harus mempelajari makna belajar
·      Belajar merupakan proses penataan pikiran
·      Pemahaman merupakan tujuan dari proses dan hasil belajar
d.      Pendekatan Humanistik
Pendekatan humanistik merupakan pandangan yang berusaha memahami manusia sebagai makhluk yang bermartabat. Beberapa hal yang patut menjadi perhatian dalam pendekatan humanistik adalah:
·      Kebutuhan individu
·      Potensi diri
·      Pengembangan harga diri
Setiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Ragam kebutuhann ini perlu diperhatikan, agar potensi peserta didik dapat berkembang secara optimal. Menurut Maslow, kebutuhan dasar meliputi kebutuhan fisik, rasa aman, harga diri, kebutuhan akan cinta kasih, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Karena keunikannya, seorang peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda dengan peserta didik lain dan kondisi ini perlu diidentifikasi.
Selain memperhatikan kebutuhan individual, potensi setiap peserta didik perlu digali. Dengan memahami kelebihan dan kekurangan setiap peserta didik, pengarahan diri peserta didik dapat dikembangkan. Dalam hal ini, aspek-aspek positif dari peserta didik lebih ditekankan, sehingga harga dirinya dapat ditngkatkan. Dengan harga diri yang tinggi, diharapkan peserta didik lebih memiliki kesediaan belajar dan mengembangkan diri. Tujuan dari pendekatan humanistik pada dasarnya untuk mengembangkan potensi dan aktualisasi seluruh kemampuan peserta didik. Dalam pembelajaran, perlu dikembangkan sikap empatik agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian, peserta didik dapat belajar dengan rasa aman, nyaman, dalam situasi pembelajaran yang menyenangkan.
4.    Menyiapkan Rancangan Pembelajaran Individual
Tahapan-tahapan dalam pembelajaran sesuai dengan setting pembelajaran (setting inklusif/kelompok dan setting individual).
b.    Model Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar
1.    Pembelajaran Membaca
Membaca Permulaan merupakan proses penerjemahan simbol bunyi menjadi bunyi yang bermakna. Sedangkan Membaca Pemahaman merupakan proses menemukan makna/pesan/informasi dari bacaan.
Beberapa tahapan membaca antara lain:
·      Pra-Membaca memerlukan proses pengenalan konsep arah (atas-bawah; depan-belakang; kanan-kiri), bentuk simbol huruf, dan konsep urutan.
·      Membaca Permulaan memerlukan proses pengenalan huruf, suku kata, tanda baca, kata, dan kalimat. Ketepatan artikulasi dan Intonasi juga dikembangkan pada tahap membaca permulaan ini.
·      Membaca Pemahaman memerlukan proses pemahaman makna kata, kelompok kata dan kalimat.
Pembelajaran membaca dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
a)        Pendekatan Perkembangan
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori perkembangan memandang bahwa membaca merupakan bentuk kemampuan yang dipengaruhi oleh faktor kemampuan pra-membaca. Oleh karena itu, penanganan kesulitan membaca lebih diarahkan pada penguatan kemampuan pra-membacanya. Latihan-latihan persepsi visual amat dipentingkan di sini, misalnya:
·      Latihan konsep lateral yang mengembangkan konsep arah (atas-bawah, depan-belakang, tengah-tepi, kiri-kanan)
·      Aktivitas pengenalan simbol/bentuk bermakna (tanda panah, gambar simbol umum, huruf, angka)
·      Aktivitas mengurutkan benda (sesuai warna, bentuk, pola, dan seterusnya)
·      Aktivitas mengaitkan antara bentuk pola huruf dan bunyinya
·      Rekomendasi : Metode Selusur untuk aktivitas membaca permulaan dan Metode Pengalaman Berbahasa untuk aktivitas membaca pemahaman.
b)        Pendekatan Perilaku
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori perilaku memandang bahwa membaca merupakan bentuk kemampuan yang kemampuan dan hambatannya tampak pada saat proses membacanya sendiri. Ketidaklancaran membaca merupakan salah satu bentuk hambatan yang sering tampak.
Model layanan pembelajaran yang ditawarkan oleh pendekatan pembelajaran ini berupa kegiatan remediasi, seperti:
·      Pembiasaan membaca huruf, suku kata, kata dan kalimat yang secara bertahap taraf kesulitannya kian ditingkatkan
·      Pengenalan huruf, suku kata, kata dan kalimat, terutama pada bagian di mana anak kerap menunjukkan kesulitan.
·      Rekomendasi : Metode Bunyi untuk aktivitas membaca permulaan dan Metode Linguistik untuk aktivitas membaca pemahaman
c)        Pendekatan Kognitif
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori kognitif memandang bahwa membaca merupakan suatu pemrosesan terhadap informasi yang berupa pola-pola. Baik itu pola penggabungan huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata maunpun gabungan kata menjadi kalimat. Pola-polanya sendiri bisa diajarkan secara langsung maupun secara tak langsung, atau anak akan menemukan sendiri polanya.
Model layanan pembelajaran yang ditawarkan oleh pendekatan pembelajaran ini berupa kegiatan penemuan pola-pola seperti:
·      Menemukan pola gabungan huruf vokal-konsonan menjadi suku kata tertentu
·      Menggunakan pola kata tertentu dalam kalimat (D-M dan M-D; frasa, kata majemuk, kata ulang, dll.)
·      Memahami pola kalimat sesuai jabatan katanya.
·      Melakukan proses membaca pemahaman secara bertahap, sehingga pengalaman membaca menjadi sesatu yang bermakna
·      Rekomendasi : Metode Pengalaman Berbahasa untuk aktivitas membaca permulaan dan Metode SAS, Metode KWL, Metode Mindmap untuk aktivitas membaca pemahaman


2.    Pengembangan Kemampuan Menulis
Menulis Permulaan merupakan aktivitas menerjemahkan simbol bunyi menjadi simbol visual (huruf). Sedangkan Menulis Komposisi adalah penuangan ide, pikiran, dan perasaan secara tertulis.
Beberapa tahapan menulis antara lain:
·           Pra-Menulis meliputi kemampuan motorik halus, ketepatan posisi tubuh dan tangan saat menulis, ketepatan pengaturan pensil-kertas, pengenalan polabentuk huruf. Perkembangan pra-menulis ini juga dipengaruhi oleh kemampuan persepsi visual dan auditoris.
·           Menulis-Permulaan meliputi pengenalan bentuk huruf, gerakan membuat pola bentuk huruf, dan aktivitas mengaitkan simbol bunyi dengan simbol visual-huruf.
·           Menulis-Komposisi (Mengarang) meliputi aktivitas menuangkan ide, pikiran dan perasaan secara tertulis, sehingga dapat dipahami oleh orang yang sebahasa (Hallahan, Kauffman, & Lloyd, 1985). Aktivitas ini meliputi pemahaman dan penerapan akan penataan dan pengembangan pokok pikiran dalam bentuk karangan.
Pendekatan kemampuan menulis dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan berikut ini:
a.       Pendekatan Perkembangan
Pendekatan teori perkembangan memandang bahwa kemampuan menulis dipengaruhi oleh kemampuan pra-menulis. Oleh karena itu, penanganan kesulitan menulis lebih diarahkan pada penguatan kemampuan pramenulisnya. Beberapa latihan untuk mengembangkan kemampuan membaca dapat pula digunakan untuk mengembangkan kemampuan menulis, misalnya:
·      Latihan konsep lateral yang mengembangkan konsep arah (atas-bawah, depan-belakang, tengah-tepi, kiri-kanan.
·      Aktivitas membuat pola simbol/bentuk/pola garis lurus, garis lengkung, atau pola geometris, dan pada akhirnya pola huruf dan angka. Proses membuat garis bisa dilakukan dengan menyambungkan titik-titik, menyambungkan 2 buah titik menelusuri lorong, dst.
·      Latihan mewarnai gambar tanpa melewati garis batas juga baik untuk melatih koordinasi visual-motorik
·      Rekomendasi : Metode Fernald/Multisensori untuk menulis permulaan dan Latihan-latihan Gravomotor dan Occupational Therapy
b.      Pendekatan Perilaku
Pendekatan teori perilaku memandang bahwa menulis merupakan bentuk keterampilan yang perlu terus dilatih untuk semakin mengasah dan meningkatkan taraf kemahirannya. Kesulitan dan hambatan dalam menulis mencerminkan kurang terampilnya anak melakukan aktivitas menulis. Oleh karena itu, model pembelajaran yang ditawarkan pendekatan ini berupa aktivitas yang diharapkan mengembangkan kemampuan koordinasi motorik (matatangan), kemahiran mengasosiasikan bunyi dan bentuk hurufnya, dan meningkatkan daya ingatnya. Bentuk latihan-latihannya antara lain:
·      Latihan menulis dengan huruf tegak bersambung dan huruf tak bersambung
·      Aktivitas menjiplak, menyalin dan membuat bentuk huruf, kata atau kalimat
·      Latihan dikte, baik itu dikte suku kata, kata maupun dikte kalimat
·      Latihan menemukan huruf/kata tertentu dalam teks lalu menuliskannya
·      Rekomendasi : Metode Dikte untuk aktivitas menulis, baik pada tahap menulis permulaan maupun menulis lanjut dan Mengarang dengan panduan gambar
c.       Pendekatan Kognitif
Pendekatan teori kognitif memandang bahwa menulis merupakan bentuk kemampuan terpola dan terencana dalam aktivitas mengaitkan, menuangkan, dan mengembangkan apa yang dipikirkan atau dirasakan dalam bentuk tulisan.
·      Latihan menemukan kaitan antara bunyi, simbol, dan makna.
·      Membuat gambar tentang apa yang dipikirkan atau dirasakan dalam bentuk skema atau grafik
·      Melakukan proses menulis yang terencana, sehingga dapat menampung pikiran dan perasaan yang ingin dituangkannya serta hasilnya dapat dipahami oleh orang lain
·      Rekomendasi : Metode Mind Mapping, bisa digunakan untuk aktivitas menulis permulaan maupun menulis komposisi dan Metode 5W+1H
3.    Pengembangan Kemampuan Berhitung
Berhitung merupakan salah satu bagian dari kemampuan matematis. Berhitung adalah kegiatan memaknai dan memanipulasi bilangan dalam aktivitas menjumlah, mengurang, mengali dan membagi (Naga, dalam Abdurahman, 1994). Sesuai taraf kesulitannya, secara sederhana, keterampilan berhitung bisa dipilah dalam beberapa tingkatan, yaitu:
a.        Pra-Berhitung meliputi beragam kemampuan prasyarat matematis, yaitu kemampuan melakukan mengelompokkan, membandingkan, mengurutkan, menyimbolkan, dan konservasi.
b.        Berhitung Sederhana meliputi aktivitas berhitung yang melibatkan kemampuan operasi hitung sederhana (menjumlah, mengurang, mengali, membagi).
c.        Berhitung Kompleks meliputi aktivitas berhitung yang melibatkan kombinasi kemampuan operasi hitung sederhana (menjumlah, mengurang, mengali, membagi) secara bersamaan.
Pengembangan kemampuan berhitung dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
1.   Pendekatan Perkembangan
Pendekatan teori perkembangan memandang bahwa kemampuan berhitung dipengaruhi oleh kemampuan pra-berhitung. Oleh karena itu, penanganan kesulitan berhitung lebih diarahkan pada penguatan kemampuan praberhitung. Berikut beberapa bentuk aktivitas yang dapat diterapkan dalam pembelajaran berhitung dengan pendekatan perkembangan:
·      Latihan-latihan yang mengembangkan kemampuan mengelompokkan objek, sesuai bentuk, warna, maupun ukurannya
·      Latihan-latihan yang mengembangkan kemampuan membandingkan dua buah objek, berdasarkan ukuran (panjang-pendek, besar-kecil) jumlah (banyak-sedikit, ganjil-genap), posisi (tinggi-rendah, atas-bawah, depanbelakang, kiri-kanan), dan seterusnya.
·      Latihan mengaitkan simbol angka dengan jumlahnya.
→ Misalnya simbol angka 5 memiliki nama lima
Jumlah yang terkandung dari simbol itu [◊ ◊ ◊ ◊ ◊]
2.   Pendekatan Perilaku
Pendekatan teori perilaku memandang bahwa berhitung merupakan bentuk keterampilan yang perlu terus dilatih untuk semakin mengasah dan meningkatkan taraf kemahirannya. Kesulitan dan hambatan dalam berhitung mencerminkan kurang terampilnya anak melakukan aktivitas berhitung. Oleh karena itu, model pembelajaran yang ditawarkan pendekatan ini berupa aktivitas yang mempercepat dan mempermahir proses berhitung. Bentuk latihan-latihannya antara lain:
·      Membilang (mengurutkan nama bilangan)
·      Berhitung cepat dalam mencongak
·      Mengaitkan nama bilangan dengan jumlahnya
·      Latihan soal penjumlahan, dengan atau tanpa teknik menyimpan
·      Latihan soal pengurangan, dengan atau tanpa teknik meminjam
·      Latihan soal perkalian dan pembagian
·      Rekomendasi : Semua metode pengajaran dan latihan soal berhitung, yang selain meningkatkan kemahiran berhitungnya sekaligus juga mengembangkan daya ingat dan daya tahan belajar.
3.   Pendekatan Kognitif
Pendekatan teori kognitif memandang bahwa berhitung merupakan bentuk kemampuan memahami pola dalam aktivitas menjumlah, mengurang, mengali, dan membagi. Pemahaman akan pola/rumus operasi hitung adalah tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini. Beberapa bentuk latihannya antara lain:
·      Melatih anak menemukan pola dan makna nilai tempat
·      Melatih anak menemukan cara mendayagunakan objek/benda untuk memudahkan proses operasi hitungnya
·      Membimbing anak menemukan sifat operasi hitung, seperti sifat komutatif, asosiatif dan distributif
·      Rekomendasi : Semua metode pengajaran aritmatika, yang memampukan siswa menggunakan pola atau rumus operasi hitung



   
KAJIAN PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Depdikbud RI

Ahmadi, Abu & Widodo, Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta

Hernowo. 2003. Melejitkan Diri dengan Mengarang, Bandung: Mizan

Istiningrum, Maria (2005) Meningkatkan Keterampilan Mengarang pada Anak Berkesulitan Belajar melalui Pendekatan Proses di SD Pantara Jakarta Selatan, Skripsi,

Sunardi, dkk.1997. Menangani Kesulitan Belajar Membaca, Jakarta: Depdikbud RI




1 komentar:

  1. Live Baccarat in South Africa - FBCasino
    With over 800 live casino games, this is the world's largest live baccarat table game library. Play your favorite live baccarat games right here in 바카라

    BalasHapus