A.
Definisi
Kesulitan Belajar
Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan
dari Bahasa Inggris “Learning Disability” yang berarti ketidakmampuan
belajar. Kata disability diterjemahkan ”kesulitan” untuk
memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk
belajar. Istilah lain learning disabilities adalah learning
difficulties dan learning differences. Ketiga istilah tersebut
memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu pihak, penggunaan
istilah learning differences lebih bernada positif, namun di pihak lain
istilah learning disabilities lebih menggambarkan kondisi faktualnya. Untuk
menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka digunakan istilah Kesulitan Belajar. Berikut
ini beberapa definisi mengenai kesulitan belajar.
·
Hammill, et
al., (1981)
Kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang nyata dalam
aktivitas mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, dan/atau
dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan intrinsik yang diduga
karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi
bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris, hambatan sosial,
dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya atau proses pembelajaran
yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak menjadi faktor
penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor yang memperburuk
kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.
·
ACCALD (Association
Committee for Children and Adult Learning Disabilities) dalam Lovitt,
(1989)
Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber
dari masalah neurologis, yang mengganggu perkembangan kemampuan mengintegrasikan
dan kemampuan bahasa verbal atau nonverbal. Individu berkesulitan belajar
memiliki inteligensi tergolong rata-rata atau di atas rata-rata dan memiliki
cukup kesempatan untuk belajar. Mereka tidak memiliki gangguan sistem sensoris.
·
NJCLD (National
Joint Committee of Learning Disabilities) dalam Lerner, (2000)
Kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai jenis kesulitan dalam menyimak,
berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena
pengaruh faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam
individu itu sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi
terhadap objek yang diinderainya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan
beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung
karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak.
Kesulitan belajar bukan disebabkan oleh faktor eksternal berupa lingkungan, sosial,
budaya, fasilitas belajar, dan lain-lain.
B.
Karasteristik
Kesulitan Belajar
Mencermati definisi dan uraian di atas tampak bahwa
kondisi kesulitan belajar memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu:
1. Gangguan Internal
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal
dari dalam anak itu sendiri. Anak ini mengalami gangguan pemusatan perhatian,
sehingga kemampuan perseptualnya terhambat. Kemampuan perseptual yang terhambat
tersebut meliputi persepsi visual (proses pemahaman terhadap objek yang
dilihat), persepsi auditoris (proses pemahaman terhadap objek yang didengar)
maupun persepsi taktil-kinestetis (proses
pemahaman terhadap objek yang diraba dan digerakkan). Faktor-faktor internal
tersebut menjadi penyebab kesulitan belajar, bukan faktor eksternal (yang
berasal dari luar anak), seperti faktor lingkungan keluarga, budaya, fasilitas,
dan lain-lain.
2. Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi
Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal,
bahkan beberapa diantaranya di atas rata-rata. Namun demikian, pada
kenyataannya mereka memiliki prestasi akademik yang rendah. Dengan demikian,
mereka memiliki kesenjangan yang
nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya. Kesenjangan ini biasanya
terjadi pada kemampuan belajar akademik yang spesifik, yaitu pada kemampuan
membaca (disleksia), menulis (disgrafia), atau berhitung (diskalkulia).
3. Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental
Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik
dan/atau mental. Kondisi kesulitan belajar berbeda dengan kondisi masalah
belajar berikut ini:
a. Tunagrahita (Mental Retardation)
Anak tunagrahita memiliki inteligensi antara 50-70. Kondisi tersebut menghambat
prestasi akademik dan adaptasi sosialnya yang bersifat menetap.
b. Lamban Belajar (Slow Learner)
Slow learner adalah anak yang
memiliki keterbatasan potensi kecerdasan, sehingga proses belajarnya menjadi
lamban. Tingkat kecerdasan mereka sedikit di bawah rata-rata dengan IQ antara
80-90. Kelambanan belajar mereka merata pada semua mata pelajaran. Slow
learner disebut anak border line (”ambang batas”), yaitu berada di
antara kategori kecerdasan rata-rata dan kategori mental retardation (tunagrahita)
c. Problem Belajar (Learning Problem)
Anak dengan problem belajar (bermasalah dalam belajar) adalah anak yang mengalami
hambatan belajar karena faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut berupa
kondisi lingkungan keluarga, fasilitas belajar di rumah atau di sekolah, dan
lain sebagainya. Kondisi ini bersifat temporer/sementara dan mempengaruhi prestasi
belajar
C.
Klasifikasi
Kesulitan Belajar
1. Kesulitan Belajar
Perkembangan (Praakademik)
Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi:
a.
Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)
Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak. Bentuk-bentuk
gangguan perkembangan motorik meliputi; motorik kasar (gerakan melimpah,
gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari), penghayatan
tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).
b.
Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan)
Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat
indera. Gangguan tersebut mencakup pada proses:
·
Penglihatan,
·
Pendengaran,
·
Perabaan,
·
Penciuman, dan
·
Pengecap.
c.
Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang
diinderai)
Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses penginderaan sehingga menjadi informasi
yang bermakna. Bentuk-bentuk gangguan tersebut meliputi:
·
Gangguan dalam
Persepsi Auditoris, berupa kesulitan memahami objek yang didengarkan.
·
Gangguan dalam
Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami objek yang dilihat.
·
Gangguan dalam
Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan memahami objek yang bergerak atau
digerakkan.
·
Gangguan Memori,
berupa ingatan jangka panjang dan pendek.
·
Gangguan dalam
Pemahaman Konsep.
·
Gangguan
Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.
d.
Gangguan Perkembangan Perilaku
Gangguan pada kemampuan menata dan mengendalikan diri yang bersifat internal
dari dalam diri anak. Gangguan tersebut meliputi:
·
ADD (Attention
Deficit Disorder) atau gangguan perhatian
·
ADHD (Attention
Deficit Hyperactivity Disorder) atau gangguan perhatian yang
disertai hiperaktivitas.
2. Kesulitan Belajar Akademik
Kesulitan Belajar akademik terdiri atas:
a.
Disleksia atau Kesulitan
Membaca
Disleksia atau kesulitan membaca adalah kesulitan untuk memaknai simbol,
huruf, dan angka melalui persepsi visual dan auditoris. Hal ini akan berdampak
pada kemampuan membaca pemahaman.
Adapun bentuk-bentuk kesulitan membaca di antaranya berupa:
§ Penambahan (Addition)
Menambahkan huruf pada suku kata
Contoh : suruh → disuruh; gula →
gulka
§ Penghilangan (Omission)
Menghilangkan huruf pada suku kata
Contoh : kelapa → lapa; kompor → kopor
§ Pembalikan kiri-kanan (Inversion)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik kiri-kanan.
Contoh : buku → duku; palu → lupa
§ Pembalikan atas-bawah (ReversalI)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atas bawah.
Contoh : m → w; u→ n; nana → uaua; mama → wawa; 2 → 5;
§ Penggantian (Substitusi)
Mengganti huruf atau angka.
Contoh : mega → meja; nanas → mamas; 3 → 8
b.
Disgrafia atau Kesulitan
Menulis
Disgrafia adalah kesulitan yang melibatkan proses menggambar simbol simbol bunyi
menjadi simbol huruf atau angka. Kesulitan menulis tersebut terjadi pada
beberapa tahap aktivitas menulis, yaitu:
· Mengeja, yaitu aktivitas memproduksi urutan huruf yang
tepat dalam ucapan atau tulisan dari suku kata/kata. Kemampuan yang dibutuhkan aktivitas
mengeja antara lain (1) Decoding atau kemampuan menguraikan kode/simbol
visual; (2) Ingatan auditoris dan visual atau ingatan atas objek kode/simbol
yang sudah diurai tadi; untuk (3) Divisualisasikan dalam bentuk tulisan.
· Menulis Permulaan (Menulis cetak dan Menulis sambung)
yaitu aktivitas membuat gambar simbol tertulis. Sebagian anak berkesulitan
belajar umumnya lebih mudah menuliskan-huruf- cetak yang terpisah-pisah daripada
menulis-huruf-sambung. Tampaknya, rentang perhatian yang pendek menyulitkan
mereka saat menulis-huruf-sambung. Dalam menulis-huruf-cetak, rentang perhatian
yang dibutuhkan mereka relatif pendek, karena mereka menulis ”per huruf”.
Sedangkan saat menulishuruf- sambung rentang perhatian yang dibutuhkan relatif
lebih panjang, karena mereka menulis ”per kata”.
Kesulitan yang kerap muncul dalam proses menulis permulaan antara lain:
1) Ketidakkonsistenan bentuk/ukuran/proporsi huruf
2) Ketiadaan jarak tulisan antar-kata
3) Ketidakjelasan bentuk huruf
4) Ketidakkonsistenan posisi huruf pada garis
Dalam disgrafia terdapat bentuk-bentuk kesulitan yang juga terjadi pada kesulitan
membaca, seperti:
1) penambahan huruf/suku kata
2) penghilangan huruf/suku kata
3) pembalikan huruf ke kanan-kiri
4) pembalikan huruf ke atas-bawah
5) penggantian huruf/suku kata
· Menulis Lanjutan/Ekspresif/Komposisi merupakan
aktivitas menulis yang bertujuan mengungkapkan pikiran atau perasaan dalam
bentuk tulisan. Aktivitas ini membutuhkan kemampuan (1) berbahasa ujaran; (2)
membaca; (3) mengeja; (4) menulis permulaan.
c.
Diskalkulia atau Kesulitan
Berhitung
Kesulitan berhitung adalah kesulitan dalam menggunakan bahasa simbol untuk
berpikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide yang berkaitan dengan
kuantitas atau jumlah. Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari kemampuan yang
bertingkat dari kemampuan dasar sampai kemampuan lanjut. Oleh karena itu,
kesulitan berhitung dapat dikelompokkan menurut tingkatan, yaitu kemampuan
dasar berhitung, kemampuan dalam menentukan nilai tempat, kemampuan melakukan
operasi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan
atau tanpa teknik meminjam, kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian.
D. Identifikasi
Anak Kesulitan Belajar
Identifikasi
dalam hal ini merupakan proses untuk menemukenali individu agar diperoleh
informasi tentang jenis-jenis kesulitan belajar yang dialami. Untuk
mengantisipasi kekeliruan dalam klasifikasi dan agar dapat diberikan layanan
pendidikan pada anak berkesulitan belajar, diperlukan semacam instrumen untuk
mengidentifikasi kondisi kesulitan belajar tersebut.
Instrumen
ini berupa tabel inventori atau daftar ceklis. Instrumen ini bisa digunakan
guru kelas untuk mengidentifikasi kemampuan siswanya. Identifikasi dilakukan
melalui observasi atau pengamatan. Pada umumnya karakteristik peserta didik
dapat dikenali setelah 3 bulan pertama setelah mengikuti pembelajaran di kelas.
Melalui
identifikasi akan diperoleh informasi tentang klasifikasi kesulitan belajar
yang dialami anak. Dari klasifikasi tersebut dapat disusun perencanaan program
dan tindakan pembelajaran yang sesuai. Identifikasi dilakukan melalui
pengamatan dengan menggunakan instrumen daftar cek. Berikut ini instrumennya.
Identifikasi Awal Anak Berkesulitan Belajar
No.
|
Perilaku yang teramati
|
Ceklis
|
1
|
Perhatian mudah teralih
|
|
2
|
Lambat dalam mengikuti instruksi atau menyelesaikan
tugas
|
|
3
|
Tidak kenal lelah atau aktivitas berlebihan
|
|
4
|
Sering kehilangan barang-barang atau mudah lupa
|
|
5
|
Sering menabrak benda saat berjalan
|
|
6
|
Cenderung ceroboh
|
|
7
|
Kesulitan mengikuti ritme atau ketukan
|
|
8
|
Kesulitan bekerjasama dengan teman
|
|
9
|
Kesulitan meniru gerakan yang dicontohkan
|
|
10
|
Kesulitan melempar dan menangkap bola
|
|
11
|
Kesulitan membedakan arah kiri–kanan, atas-bawah,
depan–belakang
|
|
12
|
Kesulitan dalam mengenal huruf
|
|
13
|
Kesulitan untuk membedakan huruf “ b-d, p-q, w-m,
n-u “
|
|
14
|
Kualitas tulisan sangat buruk (tidak terbaca)
|
|
15
|
Kehilangan huruf saat menulis
|
|
16
|
Kurang dapat memahami isi bacaan
|
|
17
|
Menghilangkan kata saat membaca
|
|
18
|
Kosakata
terbatas
|
|
19
|
Kesulitan untuk mengemukakan pendapat
|
|
20
|
Kesulitan untuk mengenali konsep angka dan bilangan
|
|
21
|
Kesulitan memahami soal cerita
|
|
22
|
Kesulitan membedakan bentuk geometri (lingkaran,
persegi, persegipanjang, dan segitiga)
|
|
23
|
Kesulitan membedakan konsep +, -, x dan :
|
|
24
|
Sulit membilang secara berurutan
|
|
25
|
Sulit mengoperasikan hitungan
|
|
Perilaku lain yang
teramati :
|
|
Bila dari hasil pengamatan, seorang anak menunjukkan lebih dari delapan
item perilaku dalam daftar ceklis ini, kemungkinan anak tersebut berisiko
mengalami kesulitan belajar (Sumarlis, 2007). Untuk memperoleh informasi yang
lebih akurat mengenai kondisi kesulitan belajarnya, anak bisa dirujuk kepada
tenaga ahli (psikolog, pedagog), sehingga layanan pendidikan yang diberikan
kepada anak berkesulitan belajar menjadi lebih tepat. Namun, tanpa rujukan
tenaga ahli pun, guru tetap dapat menyusun program dan melaksanakan pembelajaran
bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
E. Perencanaan Dan
Model Pembelajaran Bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar
a.
Perencanan Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar
1. Melakukan Asesmen
· Asesmen Akademik
Mengumpulkan informasi tentang kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.
· Asesmen Non-akademik
Mengumpulkan informasi tentang perilaku anak
2. Menetapkan Setting Pembelajaran
· Kelas Reguler
Peserta didik berkesulitan belajar berada di kelas reguler tanpa dipisah
dengan peserta didik yang lain. Apabila peserta didik berkesulitan belajar yang
berada di kelas reguler mendapat layanan sesuai dengan kebutuhannya maka
disebut kelas Inklusif. Layanan yang diberikan dapat menggunakan setting
individual seperti yang dijelaskan di bawah (bagian c). Sedangkan bila peserta
didik berkesulitan belajar tidak mendapat layanan maka disebut kelas integrasi.
· Kelompok
Beberapa peserta didik berkesulitan belajar digabung dalam satu ruang
khusus dan diberikan layanan pembelajaran tersendiri.
· Individual
Setting pembelajaran ini
dirancang dan dilaksanakan pada peserta didik secara individual. Dalam
pelaksanaannya, guru melayani peserta didik berkesulitan belajar secara
terpisah atau dapat melayani peserta didik berkesulitan belajar bersama peserta
didik yang lain di dalam kelas (klasikal).Setting pembelajaran di atas dapat
dilakukan di sekolah model inklusif ataupun sekolah reguler pada umumnya.
3. Mempertimbangkan Pendekatan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran untuk peserta didik berkesulitan belajar perlu mempertimbangkan
beberapa pendekatan. Masing-masing pendekatan pembelajaran memiliki asumsi yang
berbeda-beda. Berikut ini beberapa pendekatan pembelajaran.
a. Pendekatan Perkembangan:
· Kemampuan peserta didik berkembang sesuai dengan usia.
· Kemampuan atau hambatan dipengaruhi oleh tahap
perkembangan sebelumnya.
b. Pendekatan Perilaku:
· Kemampuan atau hambatan peserta didik muncul dalam
bentuk perilaku
· Kemampuan atau hambatan yang muncul merupakan masalah
saat ini
c. Pendekatan Kognitif:
· Peserta didik harus mempelajari makna belajar
· Belajar merupakan proses penataan pikiran
· Pemahaman merupakan tujuan dari proses dan hasil
belajar
d. Pendekatan Humanistik
Pendekatan humanistik merupakan pandangan yang berusaha memahami manusia
sebagai makhluk yang bermartabat. Beberapa hal yang patut menjadi perhatian
dalam pendekatan humanistik adalah:
· Kebutuhan individu
· Potensi diri
· Pengembangan harga diri
Setiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Ragam kebutuhann
ini perlu diperhatikan, agar potensi peserta didik dapat berkembang secara optimal.
Menurut Maslow, kebutuhan dasar meliputi kebutuhan fisik, rasa aman, harga
diri, kebutuhan akan cinta kasih, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Karena
keunikannya, seorang peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda dengan peserta
didik lain dan kondisi ini perlu diidentifikasi.
Selain memperhatikan kebutuhan individual, potensi setiap peserta didik
perlu digali. Dengan memahami kelebihan dan kekurangan setiap peserta didik, pengarahan
diri peserta didik dapat dikembangkan. Dalam hal ini, aspek-aspek positif dari
peserta didik lebih ditekankan, sehingga harga dirinya dapat ditngkatkan.
Dengan harga diri yang tinggi, diharapkan peserta didik lebih memiliki
kesediaan belajar dan mengembangkan diri. Tujuan dari pendekatan humanistik pada
dasarnya untuk mengembangkan potensi dan aktualisasi seluruh kemampuan peserta
didik. Dalam pembelajaran, perlu dikembangkan sikap empatik agar proses
pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian, peserta didik
dapat belajar dengan rasa aman, nyaman, dalam situasi pembelajaran yang
menyenangkan.
4. Menyiapkan Rancangan Pembelajaran Individual
Tahapan-tahapan dalam pembelajaran sesuai dengan setting pembelajaran (setting
inklusif/kelompok dan setting individual).
b. Model Pembelajaran bagi Peserta
Didik Berkesulitan Belajar
1.
Pembelajaran Membaca
Membaca Permulaan merupakan proses penerjemahan simbol bunyi menjadi bunyi
yang bermakna. Sedangkan Membaca
Pemahaman merupakan proses menemukan makna/pesan/informasi
dari bacaan.
Beberapa tahapan membaca antara lain:
· Pra-Membaca memerlukan proses pengenalan konsep arah (atas-bawah;
depan-belakang; kanan-kiri), bentuk simbol huruf, dan konsep urutan.
· Membaca Permulaan memerlukan proses pengenalan huruf, suku kata, tanda
baca, kata, dan kalimat. Ketepatan artikulasi dan Intonasi juga dikembangkan
pada tahap membaca permulaan ini.
· Membaca Pemahaman memerlukan proses pemahaman makna kata, kelompok kata
dan kalimat.
Pembelajaran membaca dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
sebagai berikut:
a)
Pendekatan Perkembangan
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori
perkembangan memandang bahwa membaca merupakan bentuk kemampuan yang dipengaruhi oleh faktor
kemampuan pra-membaca. Oleh karena itu, penanganan kesulitan
membaca lebih diarahkan pada penguatan kemampuan pra-membacanya.
Latihan-latihan persepsi visual amat dipentingkan di sini, misalnya:
· Latihan konsep lateral yang mengembangkan
konsep arah (atas-bawah, depan-belakang, tengah-tepi, kiri-kanan)
· Aktivitas pengenalan simbol/bentuk bermakna (tanda
panah, gambar simbol umum, huruf, angka)
· Aktivitas mengurutkan benda (sesuai warna, bentuk,
pola, dan seterusnya)
· Aktivitas mengaitkan antara bentuk pola huruf dan
bunyinya
· Rekomendasi : Metode Selusur untuk aktivitas membaca permulaan dan
Metode Pengalaman Berbahasa untuk aktivitas membaca pemahaman.
b)
Pendekatan Perilaku
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori perilaku
memandang bahwa membaca merupakan bentuk kemampuan yang kemampuan
dan hambatannya tampak pada saat proses membacanya sendiri. Ketidaklancaran
membaca merupakan salah satu bentuk hambatan yang sering tampak.
Model layanan pembelajaran yang ditawarkan oleh pendekatan pembelajaran ini
berupa kegiatan remediasi, seperti:
· Pembiasaan membaca huruf, suku kata, kata dan kalimat
yang secara bertahap taraf kesulitannya kian ditingkatkan
· Pengenalan huruf, suku kata, kata dan kalimat,
terutama pada bagian di mana anak kerap menunjukkan kesulitan.
· Rekomendasi : Metode Bunyi untuk aktivitas
membaca permulaan dan Metode Linguistik untuk aktivitas membaca
pemahaman
c)
Pendekatan Kognitif
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori kognitif
memandang bahwa membaca merupakan suatu pemrosesan terhadap informasi
yang berupa pola-pola. Baik itu pola penggabungan huruf menjadi suku
kata, suku kata menjadi kata maunpun gabungan kata menjadi kalimat. Pola-polanya
sendiri bisa diajarkan secara langsung maupun secara tak langsung, atau
anak akan menemukan sendiri polanya.
Model layanan pembelajaran yang ditawarkan oleh pendekatan pembelajaran ini
berupa kegiatan penemuan pola-pola seperti:
·
Menemukan pola
gabungan huruf vokal-konsonan menjadi suku kata tertentu
·
Menggunakan pola
kata tertentu dalam kalimat (D-M dan M-D; frasa, kata majemuk, kata
ulang, dll.)
·
Memahami pola
kalimat sesuai jabatan katanya.
·
Melakukan proses
membaca pemahaman secara bertahap, sehingga pengalaman membaca menjadi
sesatu yang bermakna
·
Rekomendasi : Metode
Pengalaman Berbahasa untuk
aktivitas membaca permulaan dan Metode
SAS, Metode KWL, Metode Mindmap
untuk aktivitas membaca pemahaman
2.
Pengembangan Kemampuan Menulis
Menulis Permulaan merupakan aktivitas menerjemahkan simbol bunyi menjadi
simbol visual (huruf). Sedangkan Menulis Komposisi adalah penuangan
ide, pikiran, dan perasaan secara tertulis.
Beberapa tahapan menulis antara lain:
·
Pra-Menulis meliputi
kemampuan motorik halus, ketepatan posisi tubuh dan tangan saat menulis,
ketepatan pengaturan pensil-kertas, pengenalan polabentuk huruf. Perkembangan
pra-menulis ini juga dipengaruhi oleh kemampuan persepsi visual dan auditoris.
·
Menulis-Permulaan meliputi
pengenalan bentuk huruf, gerakan membuat pola bentuk huruf, dan aktivitas
mengaitkan simbol bunyi dengan simbol visual-huruf.
·
Menulis-Komposisi (Mengarang) meliputi aktivitas menuangkan ide, pikiran dan perasaan secara tertulis,
sehingga dapat dipahami oleh orang yang sebahasa (Hallahan, Kauffman, &
Lloyd, 1985). Aktivitas ini meliputi pemahaman dan penerapan akan penataan dan
pengembangan pokok pikiran dalam bentuk karangan.
Pendekatan kemampuan menulis dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
berikut ini:
a. Pendekatan Perkembangan
Pendekatan teori perkembangan memandang bahwa kemampuan menulis dipengaruhi
oleh kemampuan pra-menulis. Oleh
karena itu, penanganan kesulitan menulis lebih diarahkan pada penguatan
kemampuan pramenulisnya. Beberapa latihan untuk mengembangkan kemampuan membaca
dapat pula digunakan untuk mengembangkan kemampuan menulis, misalnya:
· Latihan konsep lateral yang mengembangkan
konsep arah (atas-bawah, depan-belakang, tengah-tepi, kiri-kanan.
· Aktivitas membuat pola simbol/bentuk/pola garis lurus,
garis lengkung, atau pola geometris, dan pada akhirnya pola huruf dan angka.
Proses membuat garis bisa dilakukan dengan menyambungkan titik-titik, menyambungkan
2 buah titik menelusuri lorong, dst.
· Latihan mewarnai gambar tanpa melewati garis batas
juga baik untuk melatih koordinasi visual-motorik
· Rekomendasi : Metode Fernald/Multisensori untuk menulis permulaan dan
Latihan-latihan Gravomotor dan
Occupational Therapy
b.
Pendekatan Perilaku
Pendekatan teori perilaku memandang bahwa menulis merupakan bentuk keterampilan
yang perlu terus dilatih untuk semakin mengasah dan meningkatkan taraf
kemahirannya. Kesulitan dan hambatan dalam menulis mencerminkan kurang
terampilnya anak melakukan aktivitas menulis. Oleh karena itu, model
pembelajaran yang ditawarkan pendekatan ini berupa aktivitas yang
diharapkan mengembangkan kemampuan koordinasi motorik (matatangan), kemahiran
mengasosiasikan bunyi dan bentuk hurufnya, dan meningkatkan daya
ingatnya. Bentuk latihan-latihannya antara lain:
· Latihan menulis dengan huruf tegak bersambung dan
huruf tak bersambung
· Aktivitas menjiplak, menyalin dan membuat bentuk
huruf, kata atau kalimat
· Latihan dikte, baik itu dikte suku kata, kata maupun
dikte kalimat
· Latihan menemukan huruf/kata tertentu dalam teks lalu
menuliskannya
· Rekomendasi : Metode Dikte untuk aktivitas menulis, baik pada
tahap menulis permulaan maupun menulis lanjut dan Mengarang dengan panduan
gambar
c.
Pendekatan Kognitif
Pendekatan teori kognitif memandang bahwa menulis merupakan bentuk kemampuan
terpola dan terencana dalam aktivitas mengaitkan, menuangkan, dan
mengembangkan apa yang dipikirkan atau dirasakan dalam bentuk tulisan.
· Latihan menemukan kaitan antara bunyi, simbol, dan
makna.
· Membuat gambar tentang apa yang dipikirkan atau
dirasakan dalam bentuk skema atau grafik
· Melakukan proses menulis yang terencana, sehingga
dapat menampung pikiran dan perasaan yang ingin dituangkannya serta hasilnya
dapat dipahami oleh orang lain
· Rekomendasi : Metode Mind Mapping, bisa
digunakan untuk aktivitas menulis permulaan maupun menulis komposisi dan Metode
5W+1H
3.
Pengembangan Kemampuan Berhitung
Berhitung merupakan salah satu bagian dari kemampuan matematis. Berhitung
adalah kegiatan memaknai dan memanipulasi bilangan dalam aktivitas menjumlah,
mengurang, mengali dan membagi (Naga, dalam Abdurahman, 1994). Sesuai
taraf kesulitannya, secara sederhana, keterampilan berhitung bisa dipilah dalam
beberapa tingkatan, yaitu:
a.
Pra-Berhitung meliputi
beragam kemampuan prasyarat matematis, yaitu kemampuan melakukan
mengelompokkan, membandingkan, mengurutkan, menyimbolkan, dan konservasi.
b.
Berhitung Sederhana meliputi aktivitas berhitung yang melibatkan kemampuan operasi hitung
sederhana (menjumlah, mengurang, mengali, membagi).
c.
Berhitung Kompleks meliputi aktivitas berhitung yang melibatkan kombinasi kemampuan operasi
hitung sederhana (menjumlah, mengurang, mengali, membagi) secara bersamaan.
Pengembangan kemampuan berhitung dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
1.
Pendekatan Perkembangan
Pendekatan teori perkembangan memandang bahwa kemampuan berhitung dipengaruhi
oleh kemampuan pra-berhitung. Oleh karena itu, penanganan kesulitan
berhitung lebih diarahkan pada penguatan kemampuan praberhitung. Berikut
beberapa bentuk aktivitas yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
berhitung dengan pendekatan perkembangan:
· Latihan-latihan yang mengembangkan kemampuan
mengelompokkan objek, sesuai bentuk, warna, maupun ukurannya
· Latihan-latihan yang mengembangkan kemampuan
membandingkan dua buah objek, berdasarkan ukuran (panjang-pendek, besar-kecil) jumlah (banyak-sedikit, ganjil-genap), posisi (tinggi-rendah,
atas-bawah, depanbelakang, kiri-kanan), dan seterusnya.
· Latihan mengaitkan simbol angka dengan jumlahnya.
→ Misalnya simbol angka 5 memiliki
nama lima
Jumlah yang terkandung dari simbol itu [◊ ◊ ◊ ◊ ◊]
2.
Pendekatan Perilaku
Pendekatan teori perilaku memandang bahwa berhitung merupakan bentuk keterampilan
yang perlu terus dilatih untuk semakin mengasah dan meningkatkan taraf
kemahirannya. Kesulitan dan hambatan dalam berhitung mencerminkan kurang
terampilnya anak melakukan aktivitas berhitung. Oleh karena itu, model
pembelajaran yang ditawarkan pendekatan ini berupa aktivitas yang
mempercepat dan mempermahir proses berhitung. Bentuk latihan-latihannya
antara lain:
· Membilang (mengurutkan nama bilangan)
· Berhitung cepat dalam mencongak
· Mengaitkan nama bilangan dengan jumlahnya
· Latihan soal penjumlahan, dengan atau tanpa teknik menyimpan
· Latihan soal pengurangan, dengan atau tanpa teknik meminjam
· Latihan soal perkalian dan pembagian
· Rekomendasi : Semua metode pengajaran dan latihan soal
berhitung, yang selain meningkatkan kemahiran berhitungnya sekaligus juga mengembangkan
daya ingat dan daya tahan belajar.
3.
Pendekatan Kognitif
Pendekatan teori kognitif memandang bahwa berhitung merupakan bentuk kemampuan
memahami pola dalam aktivitas menjumlah, mengurang, mengali, dan
membagi. Pemahaman akan pola/rumus operasi hitung adalah tujuan yang
ingin dicapai oleh pendekatan ini. Beberapa bentuk latihannya antara
lain:
· Melatih anak menemukan pola dan makna nilai tempat
· Melatih anak menemukan cara mendayagunakan objek/benda
untuk memudahkan proses operasi hitungnya
· Membimbing anak menemukan sifat operasi hitung,
seperti sifat komutatif, asosiatif dan distributif
· Rekomendasi : Semua metode pengajaran aritmatika, yang
memampukan siswa menggunakan pola atau rumus operasi hitung
KAJIAN PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Anak
Berkesulitan Belajar, Jakarta: Depdikbud RI
Ahmadi,
Abu & Widodo, Supriyono. 2004. Psikologi
Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Hernowo. 2003. Melejitkan Diri dengan Mengarang,
Bandung: Mizan
Istiningrum, Maria (2005) Meningkatkan
Keterampilan Mengarang pada Anak Berkesulitan Belajar melalui Pendekatan Proses
di SD Pantara Jakarta Selatan, Skripsi,
Sunardi, dkk.1997. Menangani Kesulitan Belajar
Membaca, Jakarta: Depdikbud RI